Saya rela melewatkan sarapan pagi di hotel, demi sarapan di kedai bihun bebek paling legendaris di Kota Medan yang hanya buka dari jam enam pagi sampai sebelas siang saja.
Di Jalan Kumango, deretan ruko berfasad peranakan menyambut saya saat matahari sudah hampir setengah tinggi. Di salah satu ruko, kepulan uap dari panci besar dengan kompor tekanan tinggi yang menderu-deru adalah tanda bahwa saya telah tiba di Bihun Bebek Asie. Kedai paling legendaris di Jalan Kumango yang telah berdiri sejak 1930.
Di dalam kedai, nyonya-nyonya dengan rambut sasak dan bedak rapi telah duduk sambil bercengkrama dengan rekan-rekan sejawatnya. Di sudut lain, muda-mudi berkaos dan bercelana pendek sibuk ngobrol sambil sesekali melihat gawai mereka. Di luar kedai, kursi dan meja dipenuhi oleh pria-pria setengah baya yang asik mengepulkan asap dari rokoknya ketika usai menyantap semangkuk bihun bebek dan secangkir kopi hitam. Suasana pagi itu bagi saya sungguh adalah sebuah romantisme lintas masa. Di kedai nan tua, semua usia bisa menerima cita rasa yang sama.
Bihun Bebek Asie Kumango yang ramai di pagi hari |
Pak Asie menyiapkan hidangan |
Bumbu legendaris selama puluhan tahun langsung diracik pak Asie sendiri |
Kedai ini sejatinya adalah kedai sarapan pagi. Hanya buka di pagi hari, seting tempat ini rasa-rasanya tidak pernah berganti dan setipikal dengan kedai kopi lain di sekitaran selat Malaka – Karimata: bercat putih, dinding yang ditempeli keramik, cangkir keramik, dan meja-meja bundar. Sebagai kedai sarapan, di kedai ini kopi, teh, bahkan roti selai srikaya juga tidak luput dari daftar menu yang tersedia selain tentunya si menu utama Bihun Bebek.
Soal bihun bebeknya, saya memesan bihun bebek yang lengkap dengan potongan hati dan ampela. Tidak lama setelah memesan, semangkok bihun dengan porsi yang cukup besar yang penuh dengan potongan daging bebek, daun bawang, dan bawang putih goreng tiba di meja saya. Semangkok bihun itu ditemani dengan semangkok kaldu bebek yang di dalamnya ada potongan hati dan ampela. Kaldunya pas tidak terlalu kental dan tidak terlalu encer, namun warnanya pekat tanda sari pati bebek banyak terkandung di kuahnya.
Menghirup kaldu bebek, ada sensasi rasa yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Rasa asin gurih, dengan sedikit asam dan aroma kaldu adalah perpaduan rasa yang sangat unik bagi saya. Butuh beberapa waktu setelah kecapan pertama bagi saya untuk bisa merasakan kuah kaldunya memang benar nikmat.
Panci kuah kaldu |
Riuhnya aktivitas kedai |
Ibu Asie dan karyawannya |
Bihun bebeknya sendiri bagi saya lumayan saja rasanya. Daging bebeknya tidak seempuk yang saya bayangkan, namun tetap enak. Teksturnya memang sudah tergolong relatif lembut dengan serat-seratnya yang masih terasa. Namun, ekspektasi saya untuk kelembutan daging bebek bihun ini berada di level sama seperti bebek Sinjay yang sebulan sebelumnya saya coba, sehingga memang harapan saya sedikit meleset. Sepertinya saya memasang ekpektasi yang tidak apple to apple jika mengutip istilah yang sedang ngetren.
Rasa daun bawang dan bawang goreng dari bihun bebek ini juga begitu kuat. Saya yang suka dengan bawang goreng sih senang-senang saja, namun bagi mereka yang suka "kemurnian" dari masakan, cita rasa bawang goreng bisa saja terasa terlalu kuat dan menggangu cita rasa bihunnya. Mie bihunnya sendiri tidak terlalu istimewa tetapi kenyalnya pas, tidak menimbulkan sensasi engap ketika di kunyah, dan sedikit lebih tebal diameternya dari bihun-bihun yang biasa saya santap.
Bihun lezat dengan kuah kaldu dan es teh manis |
Setelah dicampur sambal rasa bihun jadi sempurna |
Setelah menyatap beberapa suap bihun tanpa tambahan apapun, rasa bihun barulah terasa sempurna ketika saya tambahkan sambal yang tersedia. Cita rasa sambal yang manis, pedas, dan sedikit asam adalah benar-benar penambah cita rasa yang membuat keseluruhan rasa bihun bebek dan kaldunya benar-enar pas di lidah. Bihun bebek pun tandas tak berapa lama tanpa sisa.
Nikmat bihun bebek kemudian ditutup dengan segelah es teh manis. Senang sekali, es teh di kedai peranakan seperti ini benar-benar nikmat bukan kepalang. Tehnya wangi, warnanya merah dengan kepekatan yang pas, dan gula cairnya pas menyatu dengan aroma wangi teh. Perut kenyang karena bihun bebek, badan makin segar dengan es teh yang nikmat. Kopi dan teh panasnya juga saya yakin betul tidak kalah nikmatnya.
Semangkok bihun lengkap dan es teh tadi cukup membuat saya memiliki kenangan manis di Jalan Kumango. Riuhnya pengunjung, tangkasnya pelayan kedai dan ramahnya Bapak dan Ibu Asie pemilik kedai yang langsung terjun meracik dan mengelola adalah pemandangan yang amat seru. Akhirnya, satu lagi kepingan peradaban peranakan saya kunjungi. Satu lagi cerita tentang yang autentik, yang tidak akan mati ditelan zaman tertulis di blog ini. Semoga saya bisa kembali lagi ke Bihun Bebek Asie.
Jalan Kumango yang eksotis dengan gedung berfasad peranakan |
0 comments:
Post a Comment