Bulan lalu
saya ke Palembang untuk mengikuti Festival Imlek Indonesia. Sebuah acara
tahunan yang diadakan di Palembang, sebagai puncak perayaan tahun baru Cina yang
jatuh pada hari Cap Go Meh – Hari ke 15
setelah imlek. Bagi saya Imlek tahun ini begitu spesial karena saya bisa
merayakannya di Palembang. Palembang adalah kota pertama yang saya kunjungi di pulau
Sumatera. Semua yang terjadi di Palembang adalah sebuah kejutan bagi saya. Termasuk
merayakan Imlek yang tidak pernah ada dalam bayangan saya sebelumnya.
Inilah 7 hal yang begitu menarik, yang saya saksikan selama mengikuti Festival Imlek Indonesia
Imlek dan
parade bendera negara? Tampak sekilas seperti sesuatu yang tidak nyambung. Tetapi
hal inilah yang mejadi keunikan sebuah perayaan yang terjadi di kota Palembang.
Sebagai kota yang akan menjadi tuan rumah Asian Games 2018, Palembang telah
bersiap dan merayakannya dengan penuh suka cita. Dalam setiap acara, kata-kata
Asian Games selalu digaungkan. Festival Imlek Indonesia yang diadakan setiap
tahun juga merupakan kegiatan pendukung untuk meramaikan pariwisata kota
Palembang, supaya menjadi kota yang semakin terbuka dan siap menyambut
kunjungan atlit dan wisatawan selama pelaksanaan Asian Games 2018.
2. Parade Liong, Barongsai dan Koko Cici
Kalau yang
satu ini tentu sudah menjadi hal yang lekat dengan perayaan Imlek. Barongsai berbagai
warna yang datang dari berbagai yayasan di kota Palembang turut serta berbaris
meramaikan jalan Kapten A. Rivai yang menjadi tempat parade. Hewan mitologi ini
kompak menari-nari mengikuti irama tambur. Adapula Liong atau naga yang meliuk-liuk
mengikuti gerak tubuh pemainnya. Begitu meriah!
Selain barongsai,
juga ikut para Koko dan Cici Palembang. Wajah-wajah oriental yang cantik dan
ganteng ini seolah menjadi maskot yang menambah semaraknya parade. Beberapa masyarakat
yang menonton turut mengajak mereka berfoto bersama. Senyum mereka seolah
menambah meriahnya acara hari itu.
3. Ada Kera Sakti
Waktu kecil
saya sering menonton serial Kera Sakti di televisi. Serial yang menceritakan
perjalanan Tong Sam Chong, seorang Bikshu yang mencari kitab suci ke Barat. Ia ditemani
Sun Go Kong si kera sakti, Cu Pat Kai sang babi gendut yang serakah, dan Wu
Ching tokoh yang menjadi gambaran manusia yang lemah. Tingkah polah mereka
begitu menghibur. Di festival imlek Indonesia di Palembang, ternyata mereka
juga turut hadir. Hanya saja, dalam bentuk rupa manusia yang berdandan sehingga
mirip dengan mereka. Tingkah polah manusia-manusia pemeran sang Bikshu dan
murid-muridnya ini tidak jauh berbeda dari yang saya lihat di film-film. Tetap
lucu dan menggemaskan!
4. Kebaya Encim!
Kebaya yang
menjadi gambaran akulturasi budaya Jawa dan Tionghoa ini juga mewarnai parade
festival Imlek Indonesia di Palembang. Para “nyonyah” dengan cantik dan anggun melenggang
dengan kebayanya yang begitu khas. Motif dan warna kebaya ini banyak
dipengaruhi oleh kebudayaan Tionghoa, seperti penggunaan warna merah, dan motif
gambar bunga teratai. Senyum ibu-ibu yang mengenakannya menambah haru saya. Meskipun
beretnis Tonghoa, tetapi mereka masih tetap pakai kebaya.
5. Dendangan Sastra Buritan
Ada saat ketika hati saya begitu tersentuh mendengar syahdunya dendangan sastra Buritan yang dilantunkan oleh ketua Dewan Kesenian Kota Palembang. Meninggalkan Pontianak dan tinggal di Jawa membuat saya jarang mendengar sastra Melayu diucapkan. Kultur Melayu yang juga kuat di Palembang membuat sastra juga tidak lepas dari kehidupan sehari-hari. Di tengah perayaan bagi etnis Tionghoa ini, sastra Melayu juga tidak kehilangan perannya. Petuah dan kata-kata bijaknya saya rasa terlalu berharga jika hanya tersimpan dalam peti berlapis kain kuning. Karena sejatinya cerita tentang kebajikan adalah sesuatu yang universal. Sayang sastra Buritan ini sudah tergolong langka. Sulit bagi saya menemukannya bahkan dengan pencarian online sekalipun. Semoga sastra ini bisa tetap lestari.
6. Dul Muluk
Selain petuah
yang bisa berguna bagi semua orang, saya rasa humor juga adalah hal yang bisa
menghibur semua orang. Tidak peduli suku dan agama, Dul Muluk – Grup kesenian lawak Palembang - mampu menghipnotis semua pengunjung Palembang
Sport and Convention Centre untuk tertawa. Uniknya, semua pemain grup lawak ini adalah laki-laki. Humor grup ini begitu renyah dan
kekinian. Bahkan iklan salah satu situs belanja online yang menampilkan “Nonyah” dengan gulungan rambutnya juga
berhasil mereka parodikan. Memang benar adanya, selain sebagai sebuah pelipur
lara, humor juga adalah sebuah ajang kritik sosial yang paling ampuh. Yang penting
Hockay shaaay!!!
7. Perayaan bagi segala bangsa
Tahun baru
Imlek tidak lagi menjadi tahun baru bagi orang Tionghoa saja. Di Palembang,
sekali lagi saya menemukan bahwa Indonesia adalah milik semua orang. Bahwa
negeri dengan ribuan suku ini mampu bersatu dan bersinergi membuat suatu
perayaan menjadi begitu gegap gempita. Reog Jawa, Tanjidor Betawi, Silat,
Wayang, hingga Dul Muluk dan Barongsai adalah identitas negeri ini yang juga
turut meramaikan festival Imlek Indonesia 2017 di Palembang. Karena merayakan
hadirnya semangat baru pada hari raya Imlek sejatinya adalah sebuah berkat bagi
semua orang.
Toleransi,
suka cita, dan ramah tamah yang menjadi ciri khas negeri ini sekali lagi saya
temukan di Palembang. Saya begitu bersyukur bisa tinggal di negeri kaya raya
ini. Sebuah negeri yang akan selalu kita panggil “rumah”.
Sungguh, negeri ini adalah rumah bagi segala bangsa
selain ke imlek festival, main kemana lagi bang? jembatan ampera? nyicip empek-empek kah?
ReplyDeletePasti dong, sudah di palembang juga harus berkunjung ke ampera dan makan empek-empek
Deletetahun ini nggak sempet ngeliput festival imlek -.- bentrok sama jadwal kerjaan~
ReplyDeleteFestival imlek selalu asiik kak.. Kulinernya sih yang ditunggu sebenarnya..
Delete