Laut pada sebuah pulau
selalu menjadi tujuan saya untuk melepas penat. Ombak-ombak pantai dan siulan
burung-burung yang bersembunyi pada dahan-dahan pohon seolah menyuarakan
sesaknya hati yang telah penuh dengan berbagai macam uneg-uneg. Angin pantai
seolah membawa pergi riasunya pikiran akibat banyaknya beban dalam menjalani
hidup. Pasir putih seolah menjadi kasur alam yang empuk, dan langit biru
menjadi atap dengan pertunjukan bintangnya yang memukau. Sensasi menyeberang
dalam kapal-kapal tradisional beramai-ramai dengan penduduk lokal juga adalah
kesukaan tersendiri. Laut dan pantai adalah pilihan tepat untuk liburan melepas
kepenatan.
Ketika berpikir ke
laut dan pulau mana saya akan menuju, saya sebenarnya sangat ingin ke Karimun
Jawa. Tetapi Karimun Jawa bagi saya masih cukup jauh jaraknya dan lumayan lama
waktu tempuhnya. Meskipun ada kapal cepat, sayangnya budgetnya masih di luar
anggaran liburan saya. Terlebih karena saya pergi solo traveling kali ini, maka
biaya persewaan kapal dan semacamnya pasti akan membengkak karena saya harus
menyewa semuanya sendiri. Oleh karena itu, ekspektasi tinggi saya untuk
menikmati Karimun Jawa yang begitu indah harus saya tunda untuk liburan
selanjutnya.
Setelah mencari
informasi dari internet dan bertanya mulut ke mulut, saya akhirnya mendapatkan
alternatif liburan yang tetap merupakan sebuah pulau. Pulau Panjang adalah nama
pulau itu. Pulau ini juga terletak di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah sama
seperti Karimun Jawa. Bedanya adalah pulau ini sangat dekat dari Jepara, bahkan
masih terlihat dari dermaga penyebrangan di pantai Kartini. Karena jaraknya
yang dekat, ditambah adanya kapal penyebrangan yang secara rutin membawa wisatawan
pulang pergi, biaya yang saya keluarkan juga jauh lebih murah. Sudah tidak
sabar rasanya saya untuk segera menuju Pulau Panjang yang kabarnya tidak kalah
indah dari pulau-pulau di Karimun Jawa itu.
Perjalanan Ke Pulau Panjang
Liburan kali ini saya
memutuskan untuk berkemah di pantai. Cukup deg-degan rasanya untuk memulai berkemah
setelah terakhir kali melakukannya waktu masih duduk di bangku sekolah menengah
atas. Terlebih camping kali ini saya lakukan sendirian. Saya memang mencoba
menantang diri untuk bisa lebih berani dan bisa bersahabat dengan alam. Camping
seorang diri adalah salah satu bucketlist yang akhirnya kali ini dapat
terwujud. Oleh karena itu, saya mencoba mempersiapkan secara matang perbekalan camping
saya. Tenda, sleeping bag, mantel, lampu emergency, makanan instan, korek api,
garam, dan gelas stainless telah tersimpan rapi dalam backpack saya. Tidak lupa
saya membawa dua botol air mineral 1.5 liter sebagai bekal logistik saya.
Intinya jangan sampai saya malah kesusahan dan bahkan menyusahkan orang lain
akibat persiapan saya yang tidak matang.
Saya akan berkemah
selama satu malam di Pulau Panjang. Karena memang belum tahu sama sekali medan
dan keadaan pulaunya, maka saya tahu diri untuk tidak gegabah menghabiskan
waktu terlalu lama di pulau terpencil yang kabarnya tidak berpenghuni itu. Saya
kira satu hari sudah cukup untuk membuat saya merasakan “santai di pantai”
seperti yang biasa anak-anak muda masa kini ungkapan.
Perjalanan saya mulai
dengan bermotor dari Semarang menuju Jepara. Perjalanan akan menghabiskan waktu
kurang lebih tiga jam. Setelah melewati jalur lingkar Demak, saya kemudian
mengarahkam motor ke utara menuju Kabupaten Jepara. Udara panas kering khas
pantai mulai terasa ketika saya akan memasuki pusat kota. Jepara yang juga
terkenal akan keindahan pantai, ukiran dan R.A Kartininya ini konon juga merupakan
sebuah pulau yang terpisah dari Pulau Jawa. Oleh karena pengendapan
terus-menerus, akhirnya Jepara menyatu dengan pulau Jawa dan menjadi “jambul”
di peta provinsi Jawa Tengah.
Hari telah siang
ketika saya tiba di kota Jepara. Sebelum menuju ke dermaga penyeberangan, saya mencoba
mencari-cari makan siang. Pada jalan kota yang menuju pantai Kartini, saya
singgah di sebuah warung makan yang sangat ramai pembeli. Lokasi warung ini
tepat di seberang kantor pusat sebuah bank pembangunan daerah milik pemerintah
Kabupaten Jepara. Warung makan ini sepertinya cukup terkenal. Pembeli yang
begitu ramai pastilah menandakan ada sesuatu yang begitu spesial dari warung
ini.
Makan siang spesial saya. Bahagia sederhana
Biru laut menyambut saya yang tiba di Pulau Panjang
Penasaran, saya
mencoba memarkirkan motor dan ikut mengantri makan siang. Ternyata warung ini
adalah warung prasmanan yang menyediakan menu rumahan. Juga tersedia ayam,
lele, ataupun gurame penyet dengan lalapan kecambah, timun, dan sawi. Sayapun memesan
lele penyet lengkap dengan lalapannya. Ternyata warung ini tidak mengecewakan. Rasa
lapar saya yang belum sarapan sejak dari Semarang terpuaskan di warung
sederhana ini. Sambalnya yang pedas dengan lalapan kecambah dan lembutnya
daging ikan lele berpadu sempurna dengan hangatnya nasi putih. Siang yag begitu
nikmat itupun semakin sempurna dengan segelas es jeruk pelepas dahaga. Sungguh kuliner
Jepara satu ini benar-benar layak dicoba jika mampir ke kota ini.
Puas makan siang di
Jepara, saya segera memacu motor menuju Pantai Kartini. Pantai kartini memang
menjadi dermaga bagi kapal-kapal yang ingin menyebrenag ke pulau-pulau di
sekitar Jepara. Sampai di Pantai Kartini, saya sempat salah masuk lokasi
dermaga. Saya malah menuju pelabuhan tempat bersandarnya ferry menuju Karimun
Jawa yang saat itu memang sedang berlabuh. Saya sempat galau, apa langsung
bablas ke Karimun Jawa saja ya? Pikir saya. Tetapi untunglah hasrat yang tidak
berdasar itu bisa saya tahan. Pulau Panjanglah tujuan saya kali ini. Karimun
Jawa bisa esok hari, tunggu pundi-pundi emas sudah terkumpul kembali.
Jika pernah menonton
film berjudul Banyu Biru, maka kondisi penyeberangan menuju Pulau Panjang akan
sama seperti kondisi pelabuhan tempat Tora Sudiro sang Banyu, menyebrang menuju
pulau tempat ayahnya tinggal. Pelabuhan ini begitu kontras dengan pelabuhan
ferry disampingnya. Begitu sederhana dengan kapal-kapal kecil yang dicat
berwarna-warni yang masing-masing bernama Sapta Pesona ditambah kode dua digit
angka sesuai kode sang empunya kapal.
Dermaga Pulau Panjang
Hutan dan jalan setapak di Pulau Panjang
Hari itu senin dan
dermaga begitu sepi. Saya sempat ditawari untuk langsung menyewa kapal agar
tidak menunggu lama, tetapi saya tolak halus karena lebih baik saya menunggu
hingga cukup banyak orang yang ingin menyeberang ke pulau itu supaya tidak
terlalu mahal biayanya. Setelah kurang lebih satu setengah jam menunggu,
akhirnya tercukupi jumlah minimal 10 orang untuk menyebreng ke Pulau Panjang. Mesin
kapal yang saling beradu dengan debur ombak mengantarkan saya ke pulau kecil
yang hanya berjarak 15 menit naik kapal dari Jepara. Sumringah diri ini ketika
melihat hamparan pasir putih dan daun kelapa yang melambai-lambai ketika perahu
sudah merapat di Pulau Panjang.
Jelajah Pulau Mini Dari Senja Hingga Pagi
Tiba di pulau Panjang
keadaan cukup sepi. Pondok-pondok di dekat dermaga tempat kapal menurunkan
penumpang tidak ada satupun yang berjualan. Untung saya sudah makan siang
terlebih dahulu karena logistik saya hanya cukup untuk makan malam dan sarapan
esok paginya. Setelah memilih tempat di suatu sudut pantai dengan view lautan
biru, sayapun mendirikan tenda dan menaruh barang-barang bawaan. Untunglah kali
ini saya tidak benar-benar sendiri. Rombongan kapal tadi juga memuat anak-anak
muda yang juga akan berkemah di Pulau Panjang. Hati ini sedikit lega rasanya,
paling tidak kalau kesusahan masih bisa saya mintai pertolongan.
Setelah tenda berdiri,
saya dengan semangat menyusuri jalan setepak yang sepertinya memang dibangun mengelilingi
pulau. Pohon-pohon perdu dan cemara tumbuh dan menjadi vegetasi utama di pulau
ini. Jalan-jalan kecil pulau ini sebenarnya akan lebih asik jika disusuri
dengan sepeda. Sayangnya, karena hari itu bukan musim liburan, tempat persewaan
sepedanya pun tidak tampak buka. Di sela-sela pepohonan, pemandangan laut biru
begitu mempesona. Air laut yang jernih dengan karang-karang yang tampak
menyembul dari dalam air begitu menyegarkan mata. Ombak pantai ini juga begitu
tenang. Sayapun merasa sudah seperti melihat infinity pool karena laut yang
sangat jarang mendatangkan ombak.
Suatu sudut di balik semak
Mercusuar yang menjulang menjadi tengara pulau
Sunset di Pulau Panjang
Setelah kurang lebih
15 menit berjalan, saya kemudian tiba pada objek yang telah tampak dari jauh. Mercusuar
Pulau Panjang berdiri tinggi menjulang
menembus pohon-pohon dan menjadi sumber suar bagi lalu lintas kapal di laut
Jawa. Mercusuar ini masih berfungsi dan berada dalam komplek yang dimiliki oleh
dinas perhubungan. Syukurlah, ternyata pulau ini tidak benar-benar tanpa
penghuni. Masih ada para petugas mercusuar yang berjaga meskipun sedikit jauh
dari pantai.
Tidak jauh dari
mercusuar, saya akhirnya menemukan satu lagi peradaban manusia di pulau ini. Ternyata
terdapat sebuah komplek makam seorang kyai penyebar ajaran Islam, lengkap
dengan mushola, rumah tinggal sang juru kunci, dan sebuah warung yang cukup
besar dan lengkap.
Syukurlah, ternyata pulau ini juga terdapat warung yang buka
24 jam dan benar-benar ada manusia yang menjaganya. Terlebih lokasi warung ini
ternyata tidak begitu jauh dari pantai. Asupan logistik pun sudah sangat aman
karena telah bertemu sang warung pemberi rasa nyaman.
Puas berkeliling pulau
kecil ini, saya kembali ke tenda, menggelar kain pantai, dan kemudian
merebahkan diri mulai membaca buku yang telah saya bawa. Putihnya pasir menjadi
teman saya membaca, dan angin laut membuai saya pada imajinasi tentang cerita di
dalam buku. Inilah nikmat hidup yang tidak perlu saya dustakan. Hingga senja
menjelang saya habiskan waktu dengan berjemur, membaca buku, dan tidur-tiduran.
Semuanya berlantaikan pasir putih dan birunya langit. Sungguh nikmatnya surga
dunia di pulau ini. Ketika senja menjelang saya mencoba berenang di air yang
tenang sembari mengabadikan sunset. Senja di Pulau Panjang adalah salah satu
yang tebaik dalam hidup saya. Semburat lazuardi yang kuning keemasan menambah
syahdu malam yang segera menjemput.
Perahu nelayan yang begitu kecil
Pak Markuat, darinya saya belajar banyak tentang alam
Dermaga lain di Pulau Panjang dengan bintang-bintang dan lampu Jepara di kejauhanKetika malam tiba, setelah berjuang menghidupkan kayu bakar dan memasak oat meal untuk makan malam saya mencoba berkeliling pulau. Syukurlah, di beberapa sudut pulau telah terpasang lampu panel surya, sehingga pulau tidak gelap gulita pada malam hari. Di dermaga tidak jauh dari tenda saya berdiri, terlihat sekelompok nelayan yang mencoba mencari cumi-cumi di sela-sela karang.
Dengan perahu yang begitu kecil, sang nelayan menyeberang dari Jepara menuju Pulau Panjang. Decak kagum saya pada kehidupan nelayan semakin bertambah ketika saya bertemu Pak Markuat, sang nelayan sepuh yang malam itu memimpin operasi penangkapan cumi. Perahu kecilnya itu pernah menuju pulau-pulau Karimun Jawa dan menjadi temannya selama 24 hari terapung dari Jepara hingga Karimunjawa demi mencari tangkapan ikan. Ia bercerita tentang bintang-bintang dan tanda alam yang memberikannya petunjuk navigasi arah. Malam menjadi teman Pak Markuat memperpanjang kehidupannya dan keluarga sehari demi sehari. Saya banyak belajar malam itu tentang kesederhanaan, keberanian dan kebebasan hidup dari seorang nelayan sederhana yang saya temui di Pulau Panjang. Sungguh kesempatan yang sangat berharga bagi saya yang lebih sering tinggal di kota untuk mendengar cerita-cerita bersahaja dari seorang nelayan tradisional.
Gerimis membawa saya kembali menuju tenda, dan mengurungkan niat berkeliling lebih lama untuk berburu foto konstalasi bintang. Hingga subuh menjelang, saya bangun dan segera menuju dermaga di timur pulau menunggu mentari terbit. Ketika mentari merekah perlahan dari puncak Gunung Muria, saya terdiam, merinding, dan mengatur emosi bahagia yang meledak-ledak dalam diri. Indahnya alam pagi itu terlukis dari sebuah dermaga sederhana. Saya seorang diri mendendangkan lagu kesukaan sambil mensyukuri nikmat Tuhan yang begitu luar biasa. Langit yang gelap kini telah terang, dan nelayan-nelayan mulai kembali ke peraduannya.
Sayapun terjun menikmati nikmatnya air laut yang jernih pagi itu. Muda-mudi yang juga berkemah di pantai juga turut berlari menuju lautan menikmati sisa-siswa waktu sebelum kapal Sapta Pesona menjemput kami pulang ke Jepara tepat tengah hari nanti. Dalam hati saya hanya bahagia yang tersisa setelah semua penat hanyut bersama ombak-ombak kecil yang menyapu halus bibir pantai. Pulau Panjang telah menjadi candu bagi saya yang tidak sabar untuk kembali lagi. Menetap lebih lama, dan belajar lebih banyak dari alam dan manusia yang keberadaannya tidak bisa dipisahkan dari sebuah pulau kecil dengan luas 19 hektar di utara Jepara, Jawa Tengah.
Sunrise menawan pembuat hati enggan beranjak pulangTulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Visit Jawa Tengah 2016 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah @VisitJawaTengah (www.twitter.com/visitjawatengah)
pemandangan sunsetnya cantik banget ya, gak sia-sia kayaknya berkemah di pulau panjang..
ReplyDeleteApakah camping di pulau panjang dikenakan tarif?
ReplyDeleteAdakah penyewa'an fasilitas camping di pulau panjang? & berapakah tarif yg harus kita keluwarkan?
DeleteDi pulau panjang ada sinyal ngga ?
ReplyDeleteSaya rencananya besok mau ngecamp di pulau panjang. Kira² banyak yg ngecamp nggak ya disana?
ReplyDeleteSaya rencananya besok mau ngecamp di pulau panjang. Kira² banyak yg ngecamp nggak ya disana?
ReplyDelete