Pukul sebelas malam waktu Kuala Lumpur kami mendarat di
KLIA2 dari Jakarta. Setelah melewati imigrasi Malaysia, kami bertemu Subway –
yang nantinya akan menjadi teman sehari-hari – pertama kami. Kami harus
menunggu hingga pukul sepuluh esok hari untuk diberangkatkan menuju London,
dengan pesawat Turkish Airlines. Sembari menikmati 6-inch bread Subway dan air
mineral, pikiran saya sudah menerawang akan pengalaman yang telah lama saya
nantikan untuk dapat terwujud: menikmati penerbangan jarak jauh antar benua.
Sungguh hari itulah impian itu akan terwujud. Saya masih tidak percaya.
Pukul enam pagi kami bergegas menuju platform KLIA Express,
kereta yang akan menghantarkan kami menuju KLIA, tempat maskapai Turkish
Airlines beroperasi. KLIA dan KLIA2 merupakan kompleks dua bandara yang sangat
besar. Butuh sekitar 10 menit naik kereta untuk akses antar bandara. Tiba di
KLIA begitu pagi, kami memutuskan untuk menunggu di anjungan pengantar bandara
ini hingga check-in counter buka. Menunggu di anjungan pengantar KLIA
adalah pilihan yang tepat bagi kami yang berusaha menghemat pengeluaran untuk
tidak jajan dan menunggu di coffee shop atau restoran. Pesawat yang
berlalu-lalang, kereta yang menghantar penumpang ke terminal satelit KLIA,
mobil-mobil bagasi, dan awan yang bergerak perlahan adalah pemandangan yang
dapat dinikmati dari kaca-kaca lebar anjungan pengatar KLIA. Tempat ini juga
relatif sepi, dan tersedia cukup kursi untuk bisa dijadikan
sandaran badan.
Pemandangan anjungan pengantar KLIA
Setelah melewati check-in counter dan menjawab dengan senyuman pertanyaan “Nak
pusing-pusing UK ke?” dari petugas imigrasi Malaysia, kami tiba di garbarata
yang mengantarkan kami menuju pesawat Airbus A330 Turkish Airlines penerbangan
menuju Istanbul. Ya! Penerbangan tujuan London kami akan transit di Turki, negeri
abang-abang ganteng di Cinta Musim Ceri. Pramugari menyambut saya dengan
senyuman menanyakan nomer kursi saya, dan mengarahkan ke jalur kursi yang
tepat. Terdapat dua jalur di pesawat berbadan lebar ini, karena konfigurasi
kursinya yang 2-4-2.
Saya mendapat kursi nomer 32, dan 4 orang teman lain
mendapat kursi nomer 33. Kami semua mendapat kursi di bagian tengah, mungkin
karena harga promo sehingga tidak bisa memilih kursi.
Awal perjalanan tidak ada perbedaan berarti dengan
penerbangan yang sudah-sudah. Hanya saja saya sudah bisa menggunakan inflight
entertainment bahkan pada saat take-off. Asiknya juga pesawat ini dilengkapi
kamera pada bagian ekor dan bawah pesawat sehingga kami tetap bisa melihat
pemandangan diluar meskipun duduk jauh dari jendela. Tak lama setelah take-off
kami diberikan makanan manis Turkish Delight. Saya suka sekali makanan manis
ini. Rasanya seperti kue mochi, hanya lebih keras dan rasa kacangnya lebih
terasa.
Interior kelas ekonomi
Time to arrival: 10h, 50min
Penerbangan ini akan ditempuh selama 10 jam 50 menit. Untung
saja kursi yang tersedia cukup lapang, terdapat sandaran kepala dan sandaran
kaki. Inflight entertainment juga tersedia, bahkan terdapat live TV didalamnya.
Hanya saja pada penerbangan menuju Istanbul ini pesawat tidak dilengkapi dengan
wifi on-board. Handuk hangat akan diedarkan sekitar satu jam setelah terbang
sebelum menu makan diedarkan.
Pada makan siang kali ini saya akan mendapat salad udang dan
buncis tumis, stir-fried beef with ginger sebagai main course, cheese cake
sebagai dessert, dan fresh baked bread. Selama penerbangan saya juga boleh
bebas meminta cheddar cheese sandwich dan chocolate muffin. Meskipun makanannya sedikit asing di lidah
saya, tetapi tetap saya nikmati sampai tandas karena momen mendapat pelayanan
seperti inilah yang saya benar-benar tunggu dari sebuah long haul flight.
Makan siang di ketinggian 40 ribu kaki
Makan sebelum mendarat, can you spot the Bonggol Jagung Hangus? ;)
Setelah menutup perjamuan makan siang dengan menikmati wine
merah khas Turki, saya mendapatkan satu pouch berlogo Institut Karite Paris
yang berisi amenities penerbangan. Saya cukup takjub dengan Turkish Airlines
yang menyediakan amenities dalam bentuk pouch dan cukup lengkap bagi penumpang
kelas ekonominya. Dalam pouch tersebut terdapat sikat dan pasta gigi, sandal
kain, kaos kaki, lip balm, penutup mata, dan ear plug. Selain itu kami juga
diberikan sebotol air mineral dan diminta untuk menutup jendela. Waktu tidur di
pesawat telah tiba.
Para awak kabin sebisa mungkin mengatur penumpang agar dapat
mengikuti ritme zona waktu yang terus berubah. Salah satunya adalah dengan
memaksa para penumpangnya untuk memiliki waktu tidur di pesawat. Awak kabin
begitu ketat untuk meminta menutup jendela agar keadaan pesawat serupa seperti
di malam hari. Sayapun membuka selimut yang tersedia, menyesuaikan bantal
dikepala, mengatur sandaran dan posisi kursi dan memulai tidur saya di ketinggian
40 ribu kaki diatas permukaan laut. Menariknya tidur saya cukup nyenyak waktu
itu, mungkin karena lelah semalaman tidak tidur di Kuala Lumpur.
Air mineral turki, tidak ada satupun bahsanya yang saya mengerti
Red wine Turki
Tiga jam sebelum mendarat, lampu kabin dinyalakan. Kami
bersiap untuk melakukan perjamuan sebelum mendarat. Menu kali ini adalah salmon
asap, ikan Cod grilled, dan orange cake serta freh baked bread. Kali ini saya
agak kecewa dengan salad salmon asapnya. Sangat tidak cocok bagi lidah saya.
Ikan Cod dan orange cakenya untungnya dapat mengobati rasa pahit lidah mengecap
bongol jagung muda hangus yang menjadi bagian salad salmon asap. Saya juga
membersihkan diri dan bersiap untuk mendarat. Toilet pesawat ini tersedia eau de
toilette yang cukup harum untuk menyegarkan aroma badan anda.
Hal yang saya rasakan begitu kontras dari penerbangan kali
ini adalah soal perilaku awak kabin yang begitu berbeda dengan awak kabin bangsa kita.
Mereka begitu tegas, dan menurut saya sedikit pelit senyum. Tetapi saya cukup
puas dengan kebebasan meminta minuman dan makanan di pesawat ini. Baru kali ini
pula saya bisa bebas minum wine, beer, atau bahkan homemade mint lemonade yang
membuat saya merasa sebagai seorang yang sangat dimanjakan. Siapa manusia yang
tidak senang dimanjakan? Pasti semua ingin dimanjakan bukan? Akhirnya, Lengkap
sudah semua pengalaman long haul flight ini. Sebuah impian dalam hidup satu
lagi telah terpenuhi.
Arrived at Istanbul Atartuk Airport
Lembayung senja Istanbul menyambut kami. Deretan kapal di
selat Bosphorus menyambut udiknya saya yang terpongah dengan pemandangan tanah
Eropa yang akhirnya bisa saya injak sebentar lagi. Istanbul menjadi titik
terakhir sebelum saya sepenuhnya mendarat di London, Britania Raya. Tepat saat
theme song Turkish Airline berkumandang di kabin tanda pesawat telah mendarat
selamat di Instanbul, tepat saat itulah saya menitikan air mata bahagia melihat
deretan rumah-rumah berdinding bata dengan cerobong asap dan jendela-jendela
kayunya, yang menandakan saya telah berada di tanah Eropa. 11 jam perjalanan
dari Asia menuju Eropa telah berkontibusi membawa saya pada perjalanan yang
telah mengubah cara pandang saya dalam melihat dunia.
0 comments:
Post a Comment