![]() |
Jakarta,
sebuah Kota yang menjadi pusat peradaban sejak masa
lalu. Dimulai dengan sebuah pelabuhan kecil bernama Sunda Kelapa,
kemudian
berganti nama menjadi Jayakarta, Batavia, hingga Jakarta, kota ini sudah
menjadi tempat hilir mudik para pedagang dari berbagai penjuru dunia.
Jakarta
juga merupakan kota pemerintahan berskala internasional. Banyak
ekspatriat, bangsawan dan orang penting pernah lahir, tinggal, dan
mengakhiri hidup di Jakarta demi misi perang, diplomatik, hingga
kemanusiaan
sejak dari jaman kolonial.
Hari ini tentu tak ramai lagi terlihat para
ekspatriat itu. Kebanyakan para pekerja asing hanya hidup di seputaran Sudirman
– Kuningan – Thamrin, pusat bisnisnya Jakarta. Tetapi masa lalu Jakarta tentu
tak akan pernah hilang sepenuhnya. Sejengkal tanah Jakarta masih menyisakan
tempat bagi anda penyuka masa lalu. Tak lain tak bukan, kuburan menjadi salah
satu bukti fisik yang mudah ditemukan untuk merunut siapa-siapa yang pernah
hidup atau setidaknya tidur dalam damai di bekas ibu kota Hindia Belanda ini.
![]() |
Ereveld Menteng Pulo dikelilingi gedung pencakar langit |
Dari
beberapa kubur Belanda di sekitaran Jakarta, saya
berhasil mengunjungi Ereveld Menteng Pulo, Jakarta War Cemetery dan
Kebun Jahe Kober
atau dikenal dengan sebutan Museum Taman Prasasti. Tempat-tempat ini
merupakan
makam bagi orang-orang kehormatan yang telah berjasa bagi perang,
pemerintahan, misi agama, diplomatik ataupun kaum sosialita yang hidup
di Batavia.
Mengunjungi kubur mereka yang indah dan asri, selain tentu menyejukan
mata dan
menyegarkan pikiran dengan udara taman makam yang terawat, juga tentu
memberikan
saya tambahan pelajaran, bahwa siapapun kamu, kamu berjasa jika telah
melakukan
semua perbuatan baik bahkan sampai rela mati mengorbankan nyawamu.
![]() |
Hijaunya Ereveld Menteng Pulo |
Saya megawali perjalanan saya ke Ereveld Menteng Pulo dan
Jakarta War Cemetery. Bersama dengan Travel Bloggers Indonesia, atas jasa mbak
Olive dari Obendon.com yang berhasil mengizinkan kami masuk Ereveld, kami
berjalan menyusuri panasnya Ibu Kota menuju Ereveld Menteng Pulo. Terletak
dekat dengan TPU Menteng Pulo, tempatnya tersudut di sebuah jalanan kecil yang
di sekelilingnya telah berdiri megah apartemen-apartemen dan perkantoran.
Ereveld merupakan taman makam kehormatan bagi korban perang dunia ke dua dan
makam bagi prajurit Belanda yang gugur di Indonesia. Makam ini dIkelola oleh
yayasan dibawah keduataan Belanda, OGS. Ereveld Menteng Pulo merupakan satu
dari dua Ereveld di Jakarta selain Ereveld Ancol. Taman makam ini merupakan
salah satu yang terbesar dari total tujuh Ereveld yang ada di Indonesia.
![]() |
Salib dari kayu ganjal rel dari Burma |
Di Ereveld Menteng Pulo dimakamkan seorang Jendral KNIL yang
cukup terkenal bernama Jendral Spoor. Selain itu terdapat ratusan lainnya yang
merupakan tentara KNIL, wanita, dan anak-anak yang menjadi korban perang dunia
ke dua. Mereka tidak hanya berasal dari Jakarta, tetapi dari beberapa daerah
lain di Indonesia. Jasad mereka dipindahkan dari berbagai daerah di Indonesia
untuk dipusatkan di tujuh Ereveld di Pulau Jawa. Di tengah makam ini terdapat
sebuah kapel yang menjadi tempat berdoa para keluarga. Gereja yang merupakan
gereja universal ini memiliki menara dengan lambag-lambang agama dari mereka
yang dimakamkan di tempat ini. Terdapat salib yang terbuat dari kayu ganjalan
rel yang di kerjakan oleh tahanan kamp di Burma pada jaman perang dunia ke dua.
Terdapat pula simbol-simbol kuno tentang kematian dan kehidupan di
tembok-tembok gereja. Di sebelah gereja terdapat kolumbarium, atau tempat
penyimpanan abu jenazah. Bangunan yang di tengahnya terdapat kolam ikan ini,
tersimpan ratusan marmer yang menyimpan abu jenazah mereka yang memilih untuk
dikremasi. Terdapat pula lukisan kaca patri yang menggambarkan mitologi
dewa-dewi Yunani maupun cerita Alkitab.
![]() |
Hijaunya Jakarta War Cemetery |
![]() |
Makam Mallaby, dengan setangkai anggrek dari mbak Olive |
Di sebelah Ereveld Menteng Pulo terdapat makam Jakarta War
Cemetery. Makam ini dikelola oleh British Commonwealth dan merupakan makam bagi militer
British Commonwealth yang gugur di Indonesia pada masa perang dunia ke dua. Makam ini
menampilkan nisan-nisan marmer yang berjejer hampir rata dengan tanah. Di nisan
terdapat nama dan pangkat serta lambang kesatuan militer dan kata mutiara yang
ditinggalkan keluarga untuk mengenang keluarga yang dikubur di tempat ini.
Salah satu tokoh terkenal adalah Jendral Mallaby, yang tewas tertembak di
Surabaya. Mengunjungi makam ini sangat menyenagkan karena saya suka sekali
membaca kata mutiara yang terpatri di setiap nisan. Kematian justru memberikan
motivasi bagi mereka yang masih hidup.
Plakat di pintu masuk Jakarta War Cemetery
Museum Taman Prasasti
Makam yang terakhir saya kunjungi adalah Kebon Jahe Kober,
atau Museum Taman Prasasti. Kali ini saya mengunjungi tempat ini sendirian,
anggaplah sebagai latihan mental dan “me time” untuk menyepi dan belajar dari
kesuyian. Sebenarnya tempat ini bukan lagi sebuah makam. Semua jenazah telah
dipindahkan ke tempat lain, dan makam ini diubah oleh gubernur Ali Sadikin
sebagai museum tempat menyimpan prasasti dan nisan-nisan berharga yang tersisa.
Pada masanya Keboh Jahe Kober merupakan makam khusus untuk bangsawan Belanda,
dan warga kehormatan. Makam ini terletak di tepi kali Krukut dan hari ini berlokasi
tepat di sebelah kantor walikota Jakarta Pusat. Pada masanya, jenazah dibawa
melewati kali Krukut dari kota lama Jakarta – pusat kota waktu itu – dengan perahu
menuju makam Kebon Jahe. Setelah sampai di tepi sungai, jenazah dijemput dengan
kereta kuda hingga sampai di makamnya.
Hijaunya Museum Taman Prasasti
Salah seorang bangsawan yang pernah dimakamkan di Kebon Jahe
Begitu masuk ke dalam museum, maka kita akan melihat deretan
nisan yang ditempel di dinding-dinding bangunan yang menjadi pintu masuk
museum, yang dulunya adalah tempat persemayaman jenazah sebelum dikurburkan. Memasuki
museum, akan terlihat pajangan kereta jenazah dengan peti mati di dalamnya, dan
beberapa nisan unik dan patung-patung. Museum ini sungguh klasik dan memiliki
karya seni yang sangat berharga. Nisan-nisan orang penting seperti para
gubernur jendral, duta besar, konsuler, pastor, uskup, dan bangsawan yang meninggal
di Batavia terpajang di museum ini dengan alami seperti sedianya sebuah
kompleks pemakaman. Di museum ini juga terdapat peti jenazah proklamator bangsa
ini, Bung Karno dan Bung Hatta. Di tempat ini saya juga berjumpa dengan seorang
sosok pujaan meskipun hanya lewat nisan, Soe Hok Gie. Gie pernah di makamkan di
tempat ini, sebelum akhirnya di kremasi oleh keluarganya. Tempat ini sangat
teduh dengan pohon yang rimbun, sangat menenangkan untuk mereka yang mencari
inspirasi ataupun sekedar mencintai kesunyian.
Selfie dengan nisan Gie :”)
Berjalan ke kuburan tentu dianggap aneh oleh sebagian orang.
Tetapi bagi saya, bermain ke kuburan merupakan cara kita berdamai dengan
kematian. Mencari semangat dari cerita mereka yang telah mendahului. Mencari jejak
mereka yang pernah Berjaya, dan mengikuti kejayaannya. Setiap orang terkadang
membutuhkan kesunyiannya sendiri, dan saya bertemu kesunyian itu di kubur-kubur
tua di ibukota Jakarta.
Terimakasih untuk kak Olive yang telah menyebar
virus eksplore kuburannya.
0 comments:
Post a Comment