
Aku teringat suatu semangat yang pernah bergelora di masa
lalu ketika menapaki tangga pesawat yang akan mengantarkan kepergian perdanaku
ke pulau dewata siang itu. Semangat masa lalu yang meluap-luap ketika kita
mengait janji akan pergi ke Bali bersama suatu hari nanti.
Ketika itu aku bergembira dan kaupun bergembira dengan
bayangan akan sunset pantai Kuta yang terkenal dan ramainya jalan Legian. Kita
berjanji akan mampir ke rumah seorang sahabat, bermain lumpur, serta menanam
padi bersama di sawah Bali yang tersohor itu. Kita pernah bermimpi nakal akan
menikmati tubuh satu sama lain di bathup hotel berlatarkan cahaya temaram
matahari yang terbenam. Janjimu kita akan menginap di hotel bintang lima di
tepi pantai daerah Nusa Dua, meskipun aku sudah puas hanya hotel di sekitar
jalan Popies asalkan perjalanan itu bersama mu. Semenjak hari itu, mimpi akan
Bali dan perjalanan bersamamu selalu menjadi sesuatu yang terus ku tunggu hari
tibanya.

On my way to Paradise
Pramugari menyambut ku dengan senyuman, sungguh ramah. Akhirnya
aku kembali merasakan pelayanan kelas satu maskapai full service setelah berpuluh
tahun lalu terakhir kali menaikinya. Deretan koran bahasa Inggris tergeletak di
meja dekat pintu masuk kabin agar dapat diambil penumpang dengan leluasa.
Akupun mengambil satu bendel koran berbahasa Inggris itu, mana tahu ada berita
yang masih bisa ku mengerti. Aku ingat ketika kau pernah meminta untuk
diajarkan bahasa Inggris, namun sayang aku tidaklah mahir waktu itu, tidakpun
sekarang untuk bisa membuat mu mengerti perbedaan dua belas tensis dan grammar
bahasa Inggris. Sedih rasanya ketika kau harus malu disaat teman-teman mu
mendapat nilai sempurna sewaktu ujian Bahasa Inggris, dan kau mendapat nilai
tak sampai separuh nilai mereka.
Tetapi syukurlah kau bukan makhluk yang suka membuat
perasaan buruk terus menghantui mu. Sore di hari gagalnya ujian mu, kau
mengajakku pergi ke pasar dan kembali mengingatkan ku soal janji Bali kita.
Soal festival layang-layang di pantai dan dinner romantis dengan menu seafood
kesukaanmu. Cerita tentang Bali terus menyemangati kau dan aku ketika kita
merasa sedih akibat persoalan-persoalan kecil hidup kita waktu itu.

Langit begitu jernih
Lantunan lagu orkes klasik yang memainkan lagu daerah
Indonesia mengantar ku duduk di kursi kelas ekonomi. Pramugari sibuk menawarkan
permen berbagai rasa, dan aku memilih permen rasa karamel untuk membantu ku
mengurangi tekanan dalam telinga ketika take
off. Video petunjuk keselamatan sedang ditayangkan ketika aku baru hendak
mematikan handphone, dan sejenak melihat siluet mu di layar hanphone ku.

Proud to become Indonesian
Kursi di sebelahku terisi oleh dua orang wanita muda,
mahasiswa sepertinya. Mereka masih sibuk mengatur bagasi kabinnya yang ternyata
lebih besar dari kapasitas seharusnya. Tak kuhiraukan pula dua gadis itu, aku
sedang menahan lapar, mood ku cukup buruk untuk bisa memulai percakapan dengan
rekan di kiri kanan ku. Lapar memang membuat mood menjadi jelek. Kau dan aku
pernah bercek cok hanya karena kita berebut satu porsi terakhir nasi uduk di
los pasar tiga dua. Tak beradab memang ketika urusan makan saja masih
berkelahi, tetapi nafsu jasmani tak bisa dikalahkan kala itu. Maka kali ini
biarlah kujaga agar nafsu jasmani ini tak semakin meluap dan tertumpah pada dua
gadis di sebelahku yang kini sibuk menekan tombol layar di kursi depannya, yang
merupakan aksi tak berguna karena memang layar itu tidak akan berfungsi sampai
pesawat sudah ada di zona nyamannya di atas sana.
Tadi ku bilang dua orang di samping ku gadis muda bukan? Tentu
kau masih ingat cerita koper dan aksi pencet layar mereka di paragraph yang
barusan ku selesaikan. Tak kah itu ganjil? Aku tak bersama mu bukan? Oh mungkin
saja bagimu itu tidak akan ganjil. Entah dimana kau hari ini, tetapi yang jelas
kau tak ada disini, di penegrbangan perdana ku – yang harusnya kita – menuju pulau
Dewata.

Can you see that sea ?
Pesawat telah memadamkan lampu tanda kenakan sabuk pengaman,
layar-layar inflight entertainment mulai menampilkan hiburan pagi penikmatnya.
Juice apple dan snack berat cukup untuk mengganjal perut yang sudah keroncongan
di penerbangan pendek ini. Tak sabar rasanya segera menjejakan kaki di pulau
penuh mitologi untuk pertama kalinya. Dari jendela pesawat tampak pemadangan
Bromo Tengger Semeru yang sedang berani menampilkan diri tanpa tertutupi awan. Aku
sudah diatas Malang, hanya dua puluh menit lagi mencapai Bali, tanah impian
yang selama ini aku perjuangkan demi motivasi ku terus bersamamu.
0 comments:
Post a Comment